Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aset Pengetahuan sebagai Pemutus Simpul Kemiskinan

Jakarta – Kemiskinan masih menjadi problem dalam pembangunan di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 26,16 juta jiwa atau 9,54 persen dari total penduduk. “Kemiskinan adalah sebuah simpul karena masalah sebenarnya adalah masyarakat dipisahkan dari sumber daya lokal. Ini yang membuat mereka menjadi miskin,” ujar Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Mumpuni pada “Webinar Api Literasi Pahlawan Bangsa: Menyelamatkan Aset Pengetahuan Bangsa” pada Kamis (10/11) di Jakarta.

Menurut Tri, tanggung jawab bangsa Indonesia saat ini ini adalah menyambungkan kembali kekayaan sumber daya alam dengan masyarakat melalui ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) seperti yang digagas oleh para pendiri bangsa. “Kita lihat visi Bung Karno menyiapkan basis sains dan teknologi menjadi dasar kuat untuk menjadi negara makmur, berkeadilan, dan sejahtera didukung pemanfaatan sumber daya alam. Menyiapkan insinyur-insinyur dan universitas untuk menjadi kekuatan membangun negeri tercinta,” ungkap Tri.

Pelaksana Tugas Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono menjelaskan literasi iptek menjadi salah satu upaya dalam mengaktualisasikan warisan para pendiri bangsa.  “Literasi ini menjadi pengingat nilai-nilai kepahlawanan agar kita terus berkarya agar menjadi bangsa mandiri dan sejahtera,” jelas Agus. Dirinya mengungkapkan, tantangan saat ini adalah menumbuhkan etos kepahlawanan untuk melawan rasa malas dan bodoh. “Etos kerja serta kompetensi sumber daya manusia Indonesia ini penting untuk melawan kutukan keberlimpahan sumber daya alam agar kita bisa terus menghasilkan inovasi yang berguna bagi bangsa.”

Analis Data Ilmiah BRIN, Suherman mengungkapkan aspek literasi selama ini seringkali terabaikan dalam pencapaian target pembangunan nasional. “Padahal indikator seperti indeks inovasi dan indeks demokrasi sangat terkait dengan indeks literasi. Sebagai contoh demokrasi saat ini  adalah partisipasi masyarakat yang dibangun dari budaya literasi. Tanpa literasi hanya maka hanya akan jadi mobilisasi,” ujar Suherman. Ia menjelaskan tradisi literasi para pahlawan harus diteladani generasi saat ini.” Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Kartini, dan Dewi Sartika mereka menjadi besar dan berjasa karena adanya tradisi literasi,” ungkapnya.

Salah satu upaya yang dilakukan BRIN untuk meningkatkan literasi iptek adalah melalui program akuisisi pengetahuan lokal dan penyediaan akses terbuka untuk sumber literasi.  Pelaksana Tugas Direktur Repositori, Multimedia, dan Penerbitan Ilmiah BRIN, Ayom Widipaminto. Dirinya menerangkan program Akusisi Pengetahuan Lokal ini merupakan bentuk crowd sharing untuk menemukan pengetahuan baru dari masyarakat. “Tidak hanya tentang teknologi dan inovasi, namun juga kearifan lokal dan pengetahuan tradisional,” ujar Ayom.

Pengetahuan lokal yang diakuisisi ini, jelas Ayom, meliputi kebudayaan, sumber daya alam, iptek, serta praktik pemanfaatan, penggunaan, dan pengembangan berbagai pengetahuan lokal. “Pengetahuan ini kemudian diterbitkan dalam format buku digital dan produk audiovisual yang bisa diakses oleh siapa pun, di mana pun, kapan pun,” ujar Ayom. Akses terbuka ini, lanjutnya, memungkinkan publik mengakses dan memberikan masukan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

Hendro Subagyo selaku Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi BRIN menjelaskan saat ini pengetahuan tertulis secara digital di perangkat elektronik. “Literatur lahir digital, terdiseminasi digital yang lebih cepat, lebih terkoneksi, dan lebih kolaboratif,” kata Hendro. Menurut Hendro, pengelola data, informasi dan kepustakaan, harus segera mempersiapkan kompetensi dan kemampuan yang dapat menjawab kebutuhan baru akibat transformasi digital dan konvergensi layanan pengguna baru. “Perpustakaan dan repositori merupakan infrastruktur penting yang memungkinkan ilmuwan berbagi dan menciptakan gerakan sains terbuka,” ujar Hendro. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BRIN adalah melalui integrasi pengelolaan koleksi ilmiah lewat skema GLAM atau Gallery, Library, Archives, and Museum untuk koleksi hayati, material, arkeologi, pustaka, literatur ilmiah, juga Museum Zoologi Bogor, Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia, dan Geopark Karangsambung. “Koleksi-koleksi ilmiah BRIN seperti koleksi hayati, mineral, sampai peninggalan arkeologi tengah disiapkan untuk dilakukan digitaliasi dapat diakses seluas-luasnya bagi publik,” tutup Hendro. (fz)